Konsultasi Nasib


Haiyah kok jadi ingat kolom majalah Panjebar Semangat tentang ramal meramal berdasar perwatakan jawa. Dulu ketika kecil saya kerap mengintip Kitab Primbon Betaljemur Adamakna yang dianggap sebagai daily practical rules kalau mau bikin rumah, slametan anak, mantenan dan juga ciri2 wanita idaman (..oh itu karena primbon dibuat oleh laki-laki). Iseng saja, wong bahasanya juga jawa dicampur dengan doa arab. Terasa sekali bau hindu tapi itulah hebatnya Wali Songo yang bisa meng-akulturasi budaya dan agama dengan canggihnya.

Sore itu saya jalan ke City Mall, berdampingan Main Stasiun di Taipei. Saya berhenti di kios dengan dua orang wanita duduk menghadap papan logam bertuliskan penanggalan dan huruf cina. Seorang diantaranya sedang melayani langganan sambil mengetuk-ketuk stik kayu berulang dengan komat-kamit. Sebuah bola kristal tepat didepannya. Kertas2 bersebaran. Saya penasaran.

Seorang laki-laki menghampiri. Saya tanya apa sih itu Pak. Oh ini meramal nasib katanya. Kamu bisa nanya apa aja tentang apa saja. Saya mengernyit. Saya masih mengamati proses meramal itu. Tak henti-henti wanita peramal mengetukkan stiknya. Spontan saya tanya, berapa ya pak taripnya. Oh untuk satu pertanyaan dipasang NT$100. Saya tertarik. Bukan karena ramalan itu, tapi saya ingin membandingkan fortune teller jawa dengan cina.


Sepakat, sang bapak mendampingi si peramal untuk menterjemahkan. Saya disuruh mengisi form tentang nama, umur, alamat, nomor telpon, dan nama ortu. Ah ya satu hal yang membedakan adalah soal umur. Dalam kaidah China, umur dihitung ketika lahir. Jadi begitu kita dilahirkan di dunia ini usia kita adalah 1 tahun. Makanya umur kita jadi setahun lebih tua menurut penanggalan mereka.

Usai itu saya disuruh duduk diam. Tangan diposisikan di depan peramal dengan kondisi seperti berdoa. Menit-menit berlalu. Ia memejamkan mata, mengetuk papan logam dengan jemari tangan kiri seperti menghitung. Mulutnya terus menggumam. Kadang ia meminta tambahan informasi. Sambil mengetuk ia kemudian mengucap ramalannya sedang bapak disamping menuliskannya di form yang tadi saya isi.

Agak lama, mungkin hampir delapan menitan kemudian ia berhenti. Si bapak menerangkan hasilnya. Oh saya orangnya begini, harus begitu. Jangan suka ini itu. Hati-hati kalau mau melakukan sesuatu. Saya mendengarkan saja sambil tersenyum.

Anyway saya ini orangnya skeptik kalau soal ramal meramal. Tapi duduk disitu dan mencoba diramal membuat saya percaya bahwa fortune teller dimanapun ada logika dibelakangnya. Ah manusia kan selalu ingin melihat jauh kedepan. Sembari mencoba mengakali nasib.


Comments