Alah bisa karena terpaksa


Belajar bahasa asing itu bukan hal yang mengasyikkan buat saya. Susah sekali. Test IQ jaman es-em-a dulu sepertinya agak berlebihan kalau saya disuruh masuk sekolah bahasa saja. Kosa kata (vocabulary) dan tata bahasa (grammar) bisa dipelajari, tapi berbicara (speaking) dan mendengarkan (listening) butuh latihan dan latihan.

Sejak di Taiwan ini barulah saya merasa begitu pentingnya belajar bahasa Mandarin. Ini karena kalau pake taxi, paling tidak saya bisa ngomong dimana rumah saya. Dua hari lalu saya gagal naik taksi karena tidak ada yang bisa bahasa Inggris. Saya menyerah. Saya berpikir bahwa sungguh saya ini 'ignorant'

Beda sekali dengan Singapura. Saya tinggal di negeri itu hampir 2 tahun tapi tidak pernah merasakan tuntutan berbahasa Mandarin. Bahasa inggris cukuplah. Wong sopir taksi saja kadang malah bisa Malay. Hindi mungkin? toh tulisannya agak mirip2 dengan honocoroko jawa. Baruslah saya sadar bahwa saya kehilangan kesempatan untuk mencoba bahasa baru. Lagi-lagi karena malas dan ehmm...merasa sudah jagoan.

Ingatan saya melayang pada minggu pertama terdampar di Inggris tujuh tahun silam. Saya menelpon seseorang untuk menanyakan alamat. Ya Allah ternyata tak sepatah katapun saya pahami. Iyah dia ngomong bahasa inggris tapi duileh...aksennya itu kuat sekali. Bekal nilai TOEFL ternyata enggak ada gunanya. Saya nangis, merasa bodoh sekali.

Di Taipei ini saya enggak sempat nangis. Pokoknya saya harus bisa ngomong, paling tidak percakapan saja. Saya beli buku, saya nonton teve, saya tanya sana sini. Pokoknya muka tebal, rai badak. Beruntung sekali penduduk Taipei ini ramah dan baik hati. Mau aja membantu saya belajar ngomong. Kalau beli roti tadinya cuma tunjuk2 sekarang bisa ngerti harganya. Memang betul pepatah : alah bisa karena biasa (terpaksa).

Pasar dan toko adalah ajang latihan. Ini paling mudah dan menyenangkan. Setidaknya bisa bertanya nama-nama benda yang terasa aneh. Seperti di pasar Shengkeng ini. Saya kesana karena gagal naik Maokong Gondola. Para penjual di Shengkeng dengan senang hati menunjukkan barang dagangannya.

Belajar bahasa asing di negara yang kita kunjungi amat membantu mengencerkan situasi. Pada prinsipnya orang akan menghargai kalau kita berusaha berbahasa seperti mereka. Ngga perlu malu dan ngga perlu takut mencoba. Saya sendiri yang ingatannya sudah karatan masih berusaha mengingat kata baru sambil menenteng 'Mandarin for Traveller'.
Duluuuu saya malu sekali kalau ketauan bawa buku bahasa atau peta. Kliatan kayak orang bingung gituh. Tapi lambat laun dua hal ini jadi kebiasaan. Mending bawa peta daripada tersesat, apalagi kalau nanya2 ke orang di jalan. Dan belajar bahasa juga mendekatkan secara emosional, mengurangi jarak antara pendatang dan penduduk.

Saya kagum dengan orang yang mempunyai bakat bahasa luar biasa. Mereka ini entah bagaimana caranya bisa berbicara dengan bahasa baru dalam tempo dua minggu. Mulai dari kata, mengingat, mempelajari strukturnya wah...Sedang saya? weleh... masih hoa ho-oh plonga-plongo kalau ditanya.




Comments