Formosa, kesan pertama


Meski mengaku takut terbang akhirnya sampai juga di Formosa (12/09-07) pukul 6 sore. Perjalanan ini seperti yang diduga banyak sekali lobang, jadi bis saya sempat megal-megol. Dua minggu lalu pulau ini dibantai super-badai Sepat. Untung saya cuman dapet sisa2nya. Weh syukur dah.

Satu hal, saya nyaris ketinggalan pesawat (lagi). Hanya karena salah lihat jadwal. Kirain pukul 14:20 tapi ternyata setelah diamati jadi 12:40. Wah kacamata ini dah harus pensiun. Pantesan hanpon panik berdering terus2an sepulang nitip tas ke Hany. Walau sehari sebelumnya sudah check in, tapi sempat kaco-balo mode on.

Taoyuan Airport atawa Chiang Kai Sek Airport ternyata rapi jali. Simple dan friendly. Proses imigrasi juga enggak lama, tinggal jedak-jeduk setempel. Sempat takjub melihat infra red scanner untuk mengukur temperatur tubuh ketika melewati gerbang (kok jadi inget HongKong yah). Sapa tau lagi kena demam SARS.

Kali ini karena menyangkut bisinis jadi dijemput. Jarak dari Airport ke Taipei kota lumayan jaoh juga. Kalau naik taksi sekitar NT$1,200 atau ngebis one way cuma NT$100-140 sedang yang saya pake ini kereta limo. Tiba-tiba saya jadi merasa seperti Fergie-nya Black Eye Pea sambil nyanyi Glamorous. Haiyah...ndase lhe gede


Ternyata jauh banget untuk sampai di Taipei City. Kalau dihitung mungkin dua kalinya Changi. Saya itung2 harga transport segitu ya memang seukur-lah. Walau tadi sempat takjub dengan harganya (ekuivalen dengan SGD$100 hanya untuk transport ini) tapi yah emang sepadan. Pak sopirnya ternyata a very busy-man. Selama perjalanan henponnya berdering berkali-kali. Mau tau ringtones-nya? We Wish You Merry Chrismas ! saya cuman senyum dikulum.

Sampe di penginapan ada masalah kecil, yakni salah satu bagasi ternyata handle-nya ketarik. Sekrup-nya pada keluar semua. Akibatnya sebagai pembantu umum sayalah yang harus file in complaint kepada perusahaan penerbangan. Malam itu juga termasuk bukti otentik photo segala. Lhah biar meyakinkan.

Next : nyari peta kota. This is esential! salah satu tip untuk survival jelajah kota adalah peta dan orientasi. Pulau Formosa ini membentang dari Utara ke Selatan dengan kota Taipei di pucuk Utara. Peta selain menunjukkan tempat juga selalu memberikan informasi moda transportasi. Paling jelas adalah kereta dan jalan raya. Beruntung banget ibukota ini dilengkapi tanda jalan dalam dua hurup : Mandarin Hokien dan Latin. Ohya jangan kaget kalau disini banyak yang bisa berbahasa inggris dengan baik dan lancar. Kalaupun enggak bisa mereka tetep berusaha menolong. Jangan lupa senjata ampuh : bahasa tarzan.


Jalan kaki nerobos jembatan penyeberangan ke toko buku paling lengkap di Taipei : Page One. Letaknya tepat di bawah gedung Taipei 101 diantara toko2 barang branded. Saya takjub (ups...bukan karena kepingin barang tas merk SUSI). Toko buku ini jauh lebih comprehensive ketimbang Kinokuniya atau Border Singapura. Terbitan bahasa Inggrisnya sangat lengkap. Harganya juga ngg jauh beda. Saya beli peta disini cuman NT$80 saja.

Ngomong2 soal Taipei 101, saya jadi teringat Jin Mao di Shanghai dan Petronas di Malaysia. Dibandingkan dengan kedua terakhir, saya jatuh cinta dengan arsitektur Taipei 101. Malam itu karena hujan rintik2 bentuk bangunan dari jauh jadi seperti magis. Jin Mao terasa sangat maskulin dengan ornamen luar dari baja. Sedang Petronas-pun terasa angkuh karena struktur twin tower yang seakan menegaskan ke'aku'annya. Petronas banyak memakai elemen bidang yang cenderung membuatnya jadi kaku.

Taipe 101 ternyata sangat elegant, meliuk dan begitu feminim. Ornamen2 indahnya yang melambangkan awan dan angka 0 serta gorgoyle di setiap sudut memberikan details yang cantik. Sayangnya gedung tertinggi sejagad ini enggak didukung oleh lingkungan. Jin Mao di Shanghai terletak di CBD Pudong dengan deretan gedung tingginya saling balapan. Serasi banget. Disini, Taipei 101 malah seperti pebasket NBA Yao Ming diantara orang2 Taiwan. Menara banget gituh loh....

Next : tentang tata cara lalu lintas dan moda transport MRT di Taipei






Comments