Sembunyi di Kampung India, Nginep di Backpacker Singapura



Kembali menginjakkan kaki di negara kecil ini rasanya kok seperti de-ja-vu. Pating tratap gituh…inget dulu suka nyepeda, inget dulu sering bela-belain ke Little India untuk beli nasi kari yang ampuh itu.

Kamis dini hari (atau sudah masuk Jumat 27 Maret 2007) saya nyampai juga di Changi. Sempat menengok negeri mas Jackie Chan selama 12 jam membuat saya enjoy tidur. Lha capek klinong-klinong sendiri. Malam itu tukang taxi saya seorang malay. Malapetaka datang ketika ia tidak tahu tempat penginapan saya.

Hah? Takjub saya. Ini kan penginapan paling terkenal. Disebutnya satu-satu hotel berbintang ceria. Saya bilang, “Tidak..bukan itu” sembari susah payah mejelaskan apa itu “ho(s)tel dan backpacker. Saya juga tidak bisa mengingat nama jalan. Yang saya tahu hanya daerah sekitar Little India.

Setelah berhenti di pinggir jalan, menanyakan sesama sopir taksi sampai juga saya di Dunlop St. Tadinya saya agak khawatir jam segini sudah tutup, tapi ternyata masih banyak yang nongkrong di depan. Salah satu cowok nanggung bahkan nyamperin kami. “Are you lost dear?”

Yah saya tinggal di Inncrowd Backpacker, hostel yang menjadi singgahan pengelana dunia. Beruntung banget saya dapet double room setelah booking beberapa minggu sebelumnya. Padahal musim begini lagi rame-ramenya. Lah ngapain sih tinggal disini? Banyak banget alasan, salah satunya adalah saya kangen suasana hostel backpacker yang ramah. Kesan informal dan kekeluargaan terasa banget. Biasanya untuk hostel jenis ini ada ruang komunal (dipakai bersama) seperti ruang baca, ruang nonton teve, ruang makan, ruang internet dan dapur. Ohya ada dapurnya juga karena kita dapet free breakfast asal masak sendiri. Teh , kopi, telor, roti, air panas ada semua. Kulkas dan mesin cuci juga ada.


Ini sangat saya rindukan. Iyah kita bahkan bisa ngobrol dengan sesama backpacker disini. Berbagi pengalaman dan tips. Ketemu dengan orang-orang dari negara entah berantah.

Alasan lainnya adalah convenient alias enak banget buat kemana-mana. Ngg tau kenapa hampir semua markas backpacker itu ditengah pemukiman penduduk seperti layaknya Sosrowijayan sana. Dunlop St ini cuma 5 menit jalan ke MRT Station, dan 10 menit ke Victoria Bus Station menuju Johor Bahru Malaysia. Kalau mau belanja sih bisa ke Sim Lim untuk elektronik (tapi ngg saya sarankan karena banyak penipu disana), atau ke Mustafa Centre yang buka 24 jam. Saya juga nengokin Sultan Mosque dan Golden Mile Food Court (tempat jualan alat-alat outdoor murah). Semuanya dengan jalan kaki. Hemat banget kan…

Di sepanjang jalan Dunlop ada dua lagi losmen sejenis. Yakin Fragrance Backpacker (yang baru buka) dan Prince of Wales. Letak Inncrowd sendiri persis diantara keduanya. Yang menyenangkan adalah di Inncrowd ada Tourist Information. Isinya sih paling pamflet dan peta banyak sekali. Tapi itu berguna banget …apalagi kalau lagi ngg dapet ilham mau kemana hari ini.

Inncrowd juga suka mengorganisir perjalanan bareng dengan sharing taxi. Ada white board yang berisi agenda besok, lengkap dengan daftar orang yang mau ikutan. Kadang ke Big Splash Sentosa atau Night Safari. Nah mayan kan dapet barengan…

Satu lagi selain free breakfast, ada lagi yakni free locker. Nah ini membantu banget terutama kalau nginep di dorm (asrama). Soalnya karena nyampur kadang keamanan rucksack ngg terjaga. Kayak kamera, laptop, hape, passport, duit enaknya memang diamankan tersendiri.


Nah masih mau yang gratisan lagi? Ini nih gratis internet. Ada 3 biji komputer disini yang biarpun gratis harus tenggang rasa memakai. Artinya jangan ngendon kelamaan kalau ada orang nunggu. Bagi yang bawa laptop itu adalah anugrah tak ternilai. Karena dengan wi-fi laptop bisa nyambung setiap saat 24 jam. Saya bahkan bisa browsing di dalam kamar saya tanpa perlu duduk manis di ruang komunal. Uenakkk….kan?

Bayangin di hotel berbintang 3 atau 4 tarip wi-fi internet adalah SGD$30-50/hari (kadang dibatasi 2-3 jam kecuali di business lounge). Payah banget. Dibandingkan dengan Vietnam, Singapura ini terlalu matre untuk urusan internet. Vietnam negara ndeso itu saja di losmen ecek2 terdapat wi-fi gratis. Jadi sesumbar Singapura tentang ‘the most aggressive internet penetration in Asia’ adalah gombal belaka.

Sejak tinggal disini saya berteman dengan Daisy, seorang ibu separuh baya dari Malaysia. Hah ? ibu-ibu kok backpackeran. Oh bukan. Ia hanya ke Singapura untuk mengurus visa US dan Canada. Beliau berencana akan tur dengan kapal (cruise) mengunjungi Alaska (wadowww..impian saya juga auntie). Aslinya beliau dari Kinabatangan di Sabah. Saya sendiri pernah kesana mengunjungi sungai Kinabatangan melakukan pemotretan proboscis monkey. Baca jurnal saya disini Uncle Tan Jungle Camp : This is not Hilton.



Auntie Daisy ini mengaku sudah sering nginep di Inncrowd. Dia juga bilang bahwa keakraban dan bertemu dengan orang baru adalah sangat menyenangkan. Dulu Daisy bekerja sebagai reporter untuk kasus pengadilan (court) di Singapura. Anehnya beliau ini punya apartemen disini tapi menjadi pelanggan setia losmen ini.

Staff disini juga enak banget. Masih muda dan penuh energik. Mereka juga sangat membantu dengan memberi informasi yang kita butuhkan. Cuma karena seperti rumah maka yang menghuni juga bisa berbagai karakter. Ada yang baik, ada yang sembrono, ada yang pemalu, ada yang suka cerita.

Jadi ngg ada salahnya toh tinggal di tempat murah, enak lagi. Ohya ada sisi negatifnya juga. Misalnya : siap-siap begadang kalau ada acara rame2 atau tiba-tiba bangun dengan bentol di tangan…

Comments