Sirombu (cont) : Kenikmatan Hidup Tanpa Ringtones




Hal yang menyulitkan hidup di Sirombu adalah tidak adanya sinyal hp. Satu2nya wartel adalah satelite phone yang taripnya melonjak-lonjak membuat hati miris. Tapi hari itu saya tidak punya pilihan lain. Keputusan tim untuk tinggal lebih lama disini membuat saya harus kontak Singapura apapun yang terjadi. Nama Charles sendiri adalah anak pemilik wartel. Lokasinya menjadi satu dengan warung dan kios menjahit.

Dengan tekad ngomong sesingkat-singkatnya, akhirnya saya cuma kena charge 28rebu. Itupun jadi satu dengan kontak Gunung Sitoli untuk membawakan DVCassete saya yang menipis. Tapi hikmah terbesar adalah indahnya hidup tanpa ringtones. Ini hal yang sulit saya temui di Gu-Sit ataupun di S'pore sendiri. Sore hari kami habiskan dengan cerita atau bermain gitar. Menyanyikan lagu2 Radja atau Ebiet (duhhh.... perjalanan ini terasa sangat menyedihkan..) diantara temaram lampu tenaga genset. Makan malam kami lakukan secara komunal. Artinya berbarengan makan dengan piring dan mangkuk plastik aneka warna.

Menu kami yang utama tentu saja ikan. Dua buah ikan tongkol ukuran sedang cuma seharga 15rebu. Kalau ingin yang enak lagi adalah ikan pari di bagian kepalanya. Biasanya dipisah menjadi dua. Umi sang juru masak selalu memberikan ikan bakar atau kari kepala yang luarbiasa pedasss. Tapi saya belum pernah merasakan kelezatan seperti ini (meminjam istilah : rasanya nendang !). Oya teluk Sirombu juga terkenal dengan ikan hiunya. Jadi kalau ingin mencoba boleh saja. Penjual ikan biasanya lewat pagi hari dengan sepeda sambil membawa bel mirip penjual es : towet...towet...towet..........

Kenikmatan lainnya adalah buah kelapa. Ho..ho disini pohon kelapanya tinggiiii sekali. Saya tertegun dengan cerita Pak Cik yang berjuang melawan arus tsunami. Katanya gelombang itu setinggi pohon kelapa. Jadi ukuran tingginya jangan disamakan dengan 5m tapi bisa jadi 7-8m. Kami berhasil membujuk Pak Cik dan Pak Subur ini untuk memanen pohon kelapanya. Dibuat dengan gula merah dan sedikit garam. Apalagi ditambah es.....

Minuman lainnya disini adalah tentu kopi dan teh. Tapi jangan kaget kalau disajikan dengan nampan kecil begini. Itu untuk menuang jikalau kita ingin menyeruputnya. Harga paling mahal 1000perak dengan gula yang tiga atau empat sendok. Iya..manis sekaleeeee. Kadang harus saya order untuk mengurangi jatah gula atau saya tuangi air panas lagi. Tetap saja terasa minum air gula. Kami tidak berani meminum air disini tanpa dimasak. Survey awal menunjukkan hampir semua sumur penduduk airnya tidak laik diminum. Toh kami tetap senang menimba.....untuk mandi tentu.

Comments