Pulau Tioman : Menikmati Sisa-sisa Keindahan Bawah Laut



“Lho mana bisnya?” dengan panik aku jelalatan mengelilingi Newton Circus. Jam menunjukkan 0620 pagi, seharusnya bis sudah nongol. Kasak kusuk ternyata ada beberapa orang yang satu tujuan. Kali ini ke Mersing, pintu gerbang menuju Pulau Tioman. Lima buah bis besar yang parkir ternyata adalah carteran. Sedang bis kami ?
Seorang laki2 muda kurus menghampiri. Oh ternyata ini sopirnya toh. Tapi ya’ ampun, bukannya bis tapi cuma colt mini. Bersama kami adalah dua keluarga kecil yang telah mengantongi booking card. Sekali lagi ini menunjukkan ketololanku.

Ternyata untuk pesan apapun disini musti lewat travel agent. Menjengkelkan sekali. Apalagi deal dengan yang di Malaysia. Sama sekali ngga ada customer priority. Serasa ngga butuh. Akhirnya nekad berangkat dengan keyakinan penuh. Ngga bakalan ditendang. Pokoknya everything bisa diatur…

Satu2nya yang menghibur adalah JB checkpoint. Hah ! sepi sekaleeee. Ngga ada sebiji-pun di konter untuk paspor asing. Bandingkan dengan pengalaman ke Miri dulu yang berdesakan diantara ribuan orang di sebuah ruangan sempit tanpa AC selama 2.5 jam. Di JB pula kami diminta uang untuk bayar transport yang ternyata SGD25 (sekali lagi kami kena palak).

Keinginan untuk menikmati Tioman terlintas mungkin karena di tahun 1970an Pulau Tioman dinobatkan majalah Time sebagai salah satu dari 10 pulau tercantik didunia. Jadi pengen tahu se-bagus apa sih klas dunia itu. Dari sini kami naik speedboat selama sekitar 2 jam. Secara kebetulan kami membeli tiket di travel agent di dekat terminal bis. Dengan harga RM30 perorang one way speedboat ini lebih cepat ketimbang ferry yang hampir tiga jam.

Aku putuskan tinggal di desa Salang, paling ujung utara Tioman. Speedboat akan berhenti di tiap jetty point hingga desa terakhir. Yang paling populer adalah desa Tekek yang letaknya ditengah. Dengan fasilitas Berjaya Hotel dan Resort plus monopoli flight lengkap sudah kemewahan yang ditawarkan di desa ini.

Di Salang dengan sok yakin aku menghadap ke resepsionis Salang Pusaka Resort alias Khalid’s Place. Seorang lelaki overweight datang menghampiri. Nasib lagi berpihak ke kami. Ada chalet kosong walau cuma pake fan dengan tarip RM45 permalam. Ok ! Now what ? Ngapain ya…
Ternyata ada jalur trek ke Monkey Bay. Jalurnya tidak terlalu bagus dan memang dibuat mengikuti kabel listrik dari Tekek. Jalur darat di Pulau Tioman tidak terlalu tertata. Hampir semua lokasi diakses dengan kapal. Termasuk desa Juara yang letaknya disebelah barat. Sekitar satu jam perjalanan naik turun bukit termasuk menikmati monyet-monyet sampai juga ke Monkey Bay. Pantainya kecil dan bersih, juga sunyi. Selanjutnya :

Yes snorkelling. Ini adalah pengalaman pertama. Terinspirasi testimonialnya Nefran membuat aku yang phobi air yang dalam nekad mencoba. Kali ini dibantu wet suit, tapi memang tidak terlalu mengambang. Tapi okelah. Pelajaran snorkelling dimulai. Bla…bla…gimana harus balik…gimana ngeluarin air….gimana posisi duduk…ngga boleh nginjak coral walau apapun yang terjadi…bla…bla..bla. Tapi wadowww koq masih tenggelam juga. Balik ke pantai :

“Lho mana kacamataku?” panik aku cari kemana-mana. Terlihat jejak kecil di pasir menuju pepohonan tak jauh disitu. Aku lemas. Wes sial bener. Koq ya dimaling monyet ! Ini kabar ngga enak. Pertama harus melambai-lambai ke kapal untuk minta diseberangin balik ke Salang dan kedua tentu saja menghabiskan sisa hari tanpa kacamata. Ini bencana. Untung sebuah kapal menghampiri. Bargain kami menawar RM20. Deal ! Tapi dengan sampan kecil begini dengan mulut yang selalu mengangkat menerjang ombak, yah ngeri juga…

Hari selanjutnya: pelajaran snorkelling babak kedua. Kali ini hanya di pantai Salang di dekat jetty point. Sempat panic attack ketika secara tak sengaja terlintas ikan yang sangat besar dengan muka buruknya. Lainnya mengikuti dan tak terasa menjadi serombongan ikan2 yang besar berlalu lalang. Untuk menarik perhatian ikan, sesuai resep tentor aku memakai apel. Dipotong-potong, dimasukkan wet suit. Paling bagus sebenarnya pisang. Tapi kami tidak menemukan toko yang menjual pisang. Roti memang bisa, tapi kata si tentor lebih baik adalah dari sumber alami.

Tibalah hari H. Ini acara tur beneran. Dengan RM50 kami memesan untuk mengikuti snorkelling di tiga tempat. Diorganisir oleh Salang Sayang Resort yang punya toko menghadap pantai. Kali ini memakai life jacket yang ternyata cukup membantu mengatasi faktor ketenggelaman. Coral Reef di dekat Pulai Tulai adalah yang pertama. Aku betul2 nervous. Apalagi sepertinya 4 cowok Malaysia dan dua orang Belanda yang barengan kami lebih berpengalaman. Mereka langsung nyebur kelaut. Sedang aku ? Harus mengikuti komando si tentor : pasang fin di bibir perahu, pasang mask dan snorkel, balikkan badan arah laut, terjunnnnnn……..

Blep..blep..blep…. oke aku ngambang. Si tentor masih sibuk mengoceh. Melihat kedalaman air, sempat ngeri juga tapi akhirnya lupa. Aku sibuk menikmati keindahan dibawah air. Memang cantik. Terumbu karang beraneka warna, gatal sekali tangan ini dengan kamera. Sayangnya kami hanya diperbolehkan setenggah jam saja. Selepas itu diantar ke pantai di Pulau Tulai. Disini kami ditinggalkan sekitar satu setengah jam.

Pantainya sendiri berpasir bersih, sayangnya walau terdapat tong sampah tetap saja menemukan bekas makanan dan minuman berserakan. Nampak diselipkan diatara rimbunnya pepohonan dan batuan. Kami memilih snorkelling sebelah utara pantai. Benar saja disini kedalaman air mencapai 7m tapi tentu saja coralnya lebih indah. Hampir semua coral di bibir pantai mengalami bleaching atau ditinggalkan organisme yang hidup diatasnya. Sayang sekali. Padahal disini kami bisa menemukan anemone yang sangat susah dicari di pantai Salang.

Terakhir kami menuju Monkey Bay. Tapi kapal stationeer di sekitar 40m dari bibir pantai. Ternyata struktur geologi bawah air –nya lebih menarik. Disini terdapat bibir coral menuju laut dalam. Jadi inget fim-nya Nemo. Waktu itu dia bilang : “touching the butt” ketika harus membuktikan keberaniannya berdiri di bibir Great Barrier Reef yang seolah entah berantah. Jadi bisa merasakan ketakutan tapi juga keingintahuan. Tempat ini menjadi tempat favorite untuk berlatih diving karena sangat tenang dan tidak terlalu dalam.

Kami balik sekitar pukul 1500 sembari kembali menikmati makan siang dan siesta menanti sunset. Barulah terasa bahwa hari ini adalah Ahad. Seolah terjadi kesepakatan diatara penduduk Salang, bahwa ini hari kerja bakti. Sungai dibersihkan, pohon dipotong, pasir disapu, rumput ditata. Bahkan seorang muda sukarela menggali pasir untuk mengalirkan sungai menuju laut yang sempat mampat.

Aku jadi teringat kotoran di Pulau Tulai dan beberapa kaleng minuman yang dilempar di coral. Ini semua mengubah semua pendapat tentang turisme. Bahwa turis-lah sebenarnya yang menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan. Lihatlah disini. Orang-orang Salang menyadari sumber pendapatan mereka hampir sepenuhnya dari wisatawan. Dan mereka benar-benar menjaga citra itu. Menjadi responsible tourist sebenarnya membantu mereka melanjutkan hidup dan juga memelihara kelangsungan keindahan terumbu karang.

Details biaya:

Singapore-Mersing SGD25
Mersing-JB RM8.80
JB-Singapore SGD2.40
Speedboat Mersing-Tioman RM35
Speedboat Tioman-Mersing RM30
Sea taxi Monkey Bay-Salang RM20
Chalet for two with fan RM40 pernight
Rent life jacket RM5 perhour
Rent sea kayak RM15 perhour
Snorkelling tour RM50
Kodak Underwater single use camera RM50
Dinner Seafood BBQ for two around RM35 plus drink
Seeing coral reef : priceless !!

Comments

Hany said…
KEREEENNN!!! seprti biasa, keren bgts.
Anonymous said…
Saya sudah pernah ke Tioman juga, basically kalo mau nyaman dan tidak "ketipu" jangan naik bus ke Mersing. Option yang lebih baik adalah naik Ferry 5 jam dari Tanahmerah atau naik Berjaya Air airline. Keduanya hampir sama harganya, hanya saja kalo pakai ferry lebih aman buat yang mau diving karena tidak ada perubahan tekanan udara. Walau Tioman sudah tidak secantik Redang, misalkan, saya juga kagum atas ketegasan pemerintah Malaysia akan ecology. Ada hotel mewah di sana yang sudah dibangun, tapi karena ketahuan tidak punya waste management system, langsung disuruh tutup. Coba kalo di Indo :(
coba-coba said…
allow mba ambar...
wuiiih menarik sekali ceritanya..
seperti saya ada di sana aja baca cerita mba ambar...

salam kenal,
gita
ambaradventure said…
Option pertama dengan naik ferry langsung dari S'pore sudah tidak bisa lagi karena layanan ini ditutup sejak awal 2005. Option kedua dengan naek pesawat....wah ngga backpacker style lagian udah full booked (kami dlm waiting list). Jadi yah dinikmati aja. Banyak hikmahnya koq...