Menengok Pulau Ubin : Potret Singapura Tempo Doeloe


pulau ubin

Awal bulan Mei lalu aku sempatkan menengok Pulau Ubin. Dimana sih? Tepatnya di perbatasan Singapura dan Malaysia atau selat Johor, tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Serangoon.

Dari rumah di Tanjong Rhu kebetulan ada bis gratis menuju MRT station di City Hall selanjutnya mengejar jalur arah ke Changi Airport. Aku berdua saja, tekadnya memang hanya beberapa jam sambil photography session. Turun dari MRT di Tampines yang penuh dengan blok-blok rumah susun ini lantas jalan kaki melewati pasar menuju terminal bis. Kami naik bis SBS no 29 arah Changi Village. Cuaca lumayan panas hari itu, malapetaka kalau ngga bawa topi dan suntan.

Tak jauh dari hawker centre sudah tergiur cumi kering dalam bungkusan yang dibiarkan di jalanan. Kami segera menuju jetty point yang cuma 5 menit jalan. Ongkos bumboat SGD2 perorang tanpa sepeda. Barengan aku adalah serombongan anak ABG lengkap dengan bendera dan coreng moreng di muka. Siap untuk camping. Nostalgia rasanya…. Karena jumlah mereka yang 20 orang jadi kami didahulukan. Yah bumboat cuma kapasitas 12 orang . Lama ngga naik perahu berimbas sedikit wobbly tapi untung cuma perasaan takut karena ngga bisa berenang. Untuk menyeberangi selat tidak dibutuhkan waktu yang lama. Cuma 15 menit, asyiknya ombak kalem banget hari itu.

Pulau Ubin ini dulunya adalah penghasil granite ketika awal merdekanya Singapura. Saat ini sebagian quarry atau tambang sudah terisi air dan menjadi semacam telaga yang dalam. Pemerintah Singapura tidak melakukan pembangunan apapun di pulau ini. Sepertinya ditinggalkan. Tapi disitulah uniknya, ekosistem dan wildlife di pulau ini menjanjikan surga bagi pecinta alam. Dengan hanya berpenduduk sekitar 100 orang yang rata-rata nelayan dan pemasok turis, Pulau Ubin serasa Singapura di tahun 1960an. Rumah-rumah panggung dari papan sederhana juga kehidupan nelayan nampak kental disini. Juga masih terdengar suara ayam berkokok dan riuhnya burung bernyanyi. Jauh dari kesibukan kosmopolitan Singapura di mainland.

Paling enak menjajah pulau Ubin adalah dengan bersepeda. Di jetty point bertebaran toko rental sepeda. Biaya sewa perhari sekitar SGD3 cuma harus ngecek kondisinya. Maklum di pantai jadi banyak yang karatan. Karena kepanasan aku bergerilya mencari topi. Eee ketemu dan ternyata sampingnya ada sebuah vihara kecil untuk pemujaan dewi Kwan Im.

Menurut SiuTao Forum: Dewi bernama asli Pek Ie Tai Su atau Dewi berbaju putih yang welas asih dipuja karena seperti halnya Budha, sang putri meninggalkan duniawi dan mencapai tahap Budha Avalokitesvara. Viharanya sendiri sangat beraroma hio dan juga ditemui beberapa naskah berkarakter cina. Ngga abisnya aku explore tiap sudut hingga menelantarkan sepeda sewaan.

Route sepeda cukup bagus. Tapi kalau lewat jalan raya siap-siaplah papasan dengan colt angkut. Ngga ada planning rute, pokok-nya pancal dulu....Saat itu cuaca panas beruntung di beberapa tempat yang cukup rindang terdapat warung2 yang menyuguhkan kelapa Thailand yang maniiiissss banget.

Tak lama terlihat seekor kadal berukuran1.5 meter menghadang di jalan. Kami terpaku. Lidahnya sesekali menjulur kemerahan. Di ujung jalan seorang bapak dan anaknya menunjuk-nunjuk dengan panik. Mengendap aku dekati, tapi ternyata kalah gesit. Dengan lincah langsung beringsut ke semak belukar. Kukejar dengan sang bapak dan anaknya, sayang ngga terekam.

Aku lanjut lagi. Kali ini dari kejauhan tampak seekor elang perkasa mengitari pepohonon. Wah sasaran baru. Kejaaaaarrr......sepeda kami pacu. Sayang ini kelewat lagi karena hilang diantara rimbunan pohon. Perkiraan kami pasti mencari ikan di telaga bekas penambangan.

Berbelok menuju jalan berbatu kami menemukan telaga. Airnya yang kehijauan nampak sangat jernih. Terlihat ikan-ikan dan penyu bersliweran. Tempat yang cukup sejuk untuk beristirahat. Dari sini aku bergerak menuju pantai. Sebagian dari Pulau Ubin dipergunakan untuk Outward Bound Singapore dan juga ajang pelatihan militer. Oleh karena itu hanya tiga tempat yang diperbolehkan untuk camping: pantai Noordin, pantai Mamam dan Tanjong Check Jawa. Khusus Check Jawa akses masuk dibatasi, terutama karena pantai ini berstatus sebagai laboratorium alam Mangrove. Untuk kesana harus menghubungi National Park office yang letaknya di dekat jetty point.

Pantai Noordin berbatasan langsung dengan Malaysia. Mungkin hanya sejengkal saja. Nampak rumah panggung serta perahu nelayan dimana-mana. Sayangnya pemandangan kurang bebas karena terhalang pagar besi yang menjulang. Singapura sangat peduli akan keamanan dan kemungkinan penyelundupan. Setiap setengah jam patroli laut dengan kecepatan tinggi mengitari pantai ini.
Iseng kami duduk berleha-leha dibawah pohon sembari menunggu matahari tergelincir. Suara seekor lebah sangat menggangu kenyamanan ku berteduh. Penasaran aku mencari tahu. Ternyata sepasang lebah ini baru saja kawin dan tengah mempersiapkan tempat untuk menggelar telurnya. Cepat aku sambar kamera, dan sang lebah mengais-ngais pasir membuat semacam lubang dengan giatnya.

Mataku juga menangkap burung Heron di pagar besi nun jauh disana. Heron adalah burung pemakan ikan yang lazim ditemui di pantai. Ia juga salah satu penanda adanya kawasan bakau di sekitar lokasi. Terkadang nelayan menggunakan burung ini untuk menandai adanya ikan di laut.

Puas bermain dengan lebah, aku kembali mengayuh sepeda. Kali ini kembali ke jetty point. Keinginan untuk mengunjungi Tanjong Check Jawa terpaksa dipendam. Suatu saat aku akan kembali.


foto2 bisa dilihat disini : Photobox

Comments

Hany said…
huwaaa.... thanks ulasannya. tob bgt! dah lama pengen nginep di Ubin, tapi blom kesampean juga.
MaMahoney said…
wuuaa dr tampines naek 29 itu ngelewatin rmh saya bgt lho mba..
ambaradventure said…
wahhhh tau gitu mampir nengok Hanifa sambil minta seteguk air.....he..he..