Sadranan atau Ruwahan



Sadranan in Ruwah

The Javanese hold the ritual of purification of graves (sadranan) during Ruwah, the eighth month of the Muslim-Javanese calendar. It is likely that sadranan is a ceremony which pre-dates the arrival of Islam, as a ritual known as ‘sarada’ existed in the Hindu kingdom of Majapahit, which glorified and honoured the ancestors. It is possible that the current sadranan is the result of the sarada ceremony merging into Javanese Islam.

During sadranan, Javanese visit their ancestors’ graves, clean the graves, pray and give offerings of incense and flowers to their ancestors’ spirits. In return, the spirits of the dead are believed to grant the living peace and prosperity. It is not uncommon for Javanese of other faiths, such as Christians, to also practice sadranan.

Sadranan may also be celebrated with a village cleansing (bersih desa) and with the harvest celebration (bubar panen). (from Inside Indonesia April June 2007)

Sadranan at Wiki Javanese Ngapak-ngapak here

Menjelang puasa begini tradisi Jawa adalah Sadranan atau Ruwahan. Itu adalah serangkaian kegiatan untuk menghormati keluarga yang meninggal sebelum memasuki bulan Ramadhan. Salah satu rangkaian adalah membersihkan makan (kemul putih) dan slametan.

Di Jatim, sehari sebelum puasa ada tradisi kirim duwo poso atau mengirim doa puasa agar selamat dalam menjalankan ibadah. Biasanya dilibatkan dengan bentuk kiriman makanan sederhana ke tetangga dengan isi yang sangat khas : ketan, kolak dan apem.

Ketan (dari asal bahasa kotokan yang artinya kesalahan) dibuat dengan kelapa yang kental, sedangkan kolak asal kata dari kolakqun (pembicaraan) dibuat dari tela pendhem (ketela rambat) dengan gula jawa, sedangkan apem (dari bahasa arab afuun yang artinya mohon pengampunan) dibuat dari tepung beras dengan cetakan yang khas dimasak diatas bara arang.*dikutip dari sini

Nyadran atau sadranan adalah sebutan untuk Jogja biasanya juga diikuti menyelebungi kijing dengan kain putih (mori) yang disebut kemul putih. Yang ini biasanya jarang sekali dilakukan untuk masyarakat kontemporer Jawa. Lebih memilih membersihkan dan berdoa untuk yang meninggal. Sedangkan Ruwahan adalah sebutan masyarakat Jatim yang lebih spesifik pada sehari sebelum puasa.

Saya dulu paling hobi makan ketan, kolak, apem pemberian tetanggga. Soalnya enak sih. Gabungan antara manis dan renyah. Apem yang baik adalah dibakar dengan suhu yang konstan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Makanya dulu di kampung nenek, selalu ada satu orang spesialis membuat apem. Sedangkan kolak yang enak, selain empuk pas manisnya juga ada sedikit jahe (klo ini sih utak-atinya saya). Sedangkan ketan kuncinya di santan. Semakin kental dan semakin lama digarang (campur) akan lebih pulen. Saya belum pernah mencoba, he he he..jadi pengen deh.

Yang ngga bisa tergantikan adalah pincuk atau wadah dari daun pisang. Ini butuh keahlian tertentu untuk membikinnya. Wah saya inget ngga ya bikinnya. Dulu diajarin nenek termasuk membentuknya jadi kliatan cantik. Sekarang sih kebanyakan pake kertas. Kurang greng ah..

Hayoh ada resep ketan kolak apem yang yahud? bagiin dung...

Comments