Pasar Beringharjo dan Klewer : The Art of Bargaining


Mungkin bargaining atau proses tawar menawar ketika belanja sekarang menjadi sesuatu yang tidak biasa. Dominasi mall dan boutique menjadikan harga menjadi fixed. Pembeli dipaksa menerima harga yang ditetapkan penjual. Anehnya sebagai pembeli kita selalu berasumsi bahwa penjual cukup tahu diri mengambil untung dari kita.

Tapi jika dipasar, muncul ketakutan. Jangan-jangan yang jual nipu saya, jangan-jangan barangnya palsu, jangan-jangan...

Batik tulis misalnya. Di butik sehelai batik dilukis tangan pola Jogja atau Surakarta dihargai minimal 900ribu. Belum jika pola itu sangat langka. Seperti Sidamukti Jogja, jenis ini lumayan susah didapat. Tapi jika di pasar tradisional seperti Klewer dan Beringharjo harga bisa jadi 500ribu.

Sedang batik printing dari Pekalongan yang dijual di Klewer, harga pertama adalah 60ribu. Begitu deal, bisa jadi harga cuma 25ribu saja. Kok bisa?

Seni menawar adalah gabungan dari knowledge, persuasif dan juga body language. Beberapa taktik kuno yang masih dianut adalah : banting harga separuh dan ditinggal. Seolah-olah kita ngg butuh. Taktik lain adalah mengajak ngobrol sana sini sebelum pada pertanyaan harga. Yang ini tidak terlalu berhasil jika kita ngg dibekali knowledge bahasa lokal dan basic tentang batik.

Bisa berbahasa jawa bukan berarti jaminan bargaining sukses. Memang memudahkan tapi kembali ke keahlian persuasif. Baik si pembeli dan penjual. Jika kita tipe orang yang mudah percaya, bisa jadi kecewa karena nawar kurang agresif. Kalau kita tipe 'gemi setiti ngati-ati' alias rada pelit, bisa jadi proses menawar menjadi alot dan seru. 1000rupiah menjadi sangat berharga di level ini.

Nah pertanyaan apakah hanya perempuan yang punya keahlian bargaining ini? jawabnya tidak. Argumennya sederhana saja. Yang sering ke pasar dan belanja kan perempuan, ya jelas to kalau mereka ini lebih terbiasa. Experience lapangan itu betul2 sangat berguna. Semakin sering menawar semakin terasah kemampuan bargaining. Itu loh kemampuan persuasif. Ada seseorang yang punya talenta 'tebar pesona' sehingga penjual pun bisa takluk dengan mudah.

Body language itu lebih ke personal preference. Melihat orang lain dari sisi karakter. Kalau orang jawa bilang sih 'ilmu titen' atau mengenali karakter orang per orang. Dalam sekian menit pertama, sebagai pembeli kita harus membangun karakter si penjual. Apakah dia gampang ditawar, terlalu ngegombal, atau mencoba menipu kita.

Bisa jadi diakhir tawar menawar tidak ada hukum ekonomi yang fixed. Ada faktor X yang bisa mengubah skenario. Misalnya faktor kasihan atau penghargaan. Sudah tahu harganya 8ribu kok minta 10ribu dikasih. Iyah, karena si penjual seorang ibu setengah baya yang menerangkan dengan sabar berbagai jenis batik, lengkap dengan pola2nya. Menggelar dagangan sembari chatting dengan bahasa jawa halus yang jarang didengar lagi.

Catatan :
kedua pasar ini tidak ada ( tidak direkomendasikan) Lonely Planet.
  • Pasar Beringharjo di jalan Malioboro sisi selatan seberang Gedung Agung
  • Pasar Klewer di Jalan Secoyudan dekat Kraton Surakarta, atau sisi selatan jalan arteri Slamet Riyadi

Comments