Menyusuri Pedesaan Bali Timur : Senyum Mereka Masih Ramah

Puas berkeliling di Ubud kami memutuskan menuju Candidasa dengan menggunakan Perama Shuttle bus. Taripnya 40ribu per orang plus 5ribu untuk penjemputan. Di Ubud, kantor Perama ada di Hanoman St jadi kudu sepedaan atau jalan kaki kesana dari penginapan Jati3 di Monkey Forest Road. Bisnya standar tanpa AC. Tapi disupiri dengan sangat hati-hati. Berbeda dengan charter Perama yang mengajak racing di jalan-jalan sempit Padang Bai-Ubud.

Kami didrop di penginapan Kelapa Mas, taripnya 110rebu pemalam. Ngga pake AC, air dingin, plus breakfast. Ini saja masih lumayan ketimbang beberapa yang berkelas seperti Alila Manggis ataupun Puri Bagus Candidasa yang at least US60 itu. Uniknya jalan ke belakang penginapan nampak lautan selat Lombok dengan deburannya yang dasyat.

Keesokan harinya kami menyewa Jimny lewat resepsionis. Taripnya 150ribu perhari tanpa bensin. Temen jalan saya yang nyetir, dan ini adalah pertama kalinya setelah 8 bulan tidak memegang kemudi. Medan menuju Tulamben sangat menarik. Gradient cenderung menaiki bukit dengan tikungan yang “menyenangkan”. Ini membuat supir saya ini bukan main senangnya. Maklum mantan pembalap. Jimny mengayun kekanan kiri jika papasan dengan bis atau truk.

Rute hari itu yang dipilih adalah Candidasa-Amlapura-Culik-Tulamben-Amed-Jemeluk- Selang-Ujung-Amlapura-Candidasa. Pemandangan dari atas bukit di desa Culik sungguh luarbiasa. Teras-teras padi dengan Gunung Agung berdiri gagah di belakangnya. Agaknya musim tanam telah tiba, deretan padi muda nan hijau serasa menyejukkan mata. Dari jauh nampak bekas lelehan lava Gunung Agung akibat letusan hebat tahun 1963.

Sepeninggal Culik menuju Tulamben pemandangan menjadi sangat berbeda. Sangat kering dengan pepohonan yang jarang. Batu-batuan angkuh berwarna hitam dengan semak-semak kering mengusai setting hingga ke pesisirnya. Atas petunjuk instruktur diving kami menuju tepian pantai. Barengan kami adalah sekelompok diver dari berbagai negara sudah antri menuju bibir pantai. Disinilah ternyata tempat favorit diving di Bali. Sebuah kapal US Navy Liberty ditorpedo oleh Jepang di tahun 1942. Ketika digeret menuju Singaraja, kapal ini terlanjur karam. Diperparah oleh letusan G Agung 1963 membuat kapal ini pecah menjadi dua.

Saya cuma bisa snorkeling, itupun dengan susah payah mencari life jacket walau sudah memakai wetsuit. Ini adalah yang kedua kalinya snorkel setelah menjajal pulau Tioman. Begitu terjun saya mensyukuri keputusan memakai life jacket. Walah ini dalam sekali….syukurnya jarak pandang sangat bagus membuat saya menikmati indahnya karang dan ikan-ikan disana. Dari atas saya bisa melihat para diver berebutan melihat reruntuhan Liberty. Saya hitung paling tidak ada 30-an. Gelembung-gelembung dari botol oksigen mereka menjadi permainan mengasyikan.

Sekitar 1.5 jam dengan dua kali session snorkell di Tulamben kami memutuskan menuju Amed. Sepanjang perjalanan adalah punggung pantai memanjang dengan deretan kapal-kapal jukung. Nampak sepi mungkin belum saatnya melaut. Di sebuah warung kami berhenti. Saya dengar suara mesin diesel dan nampak beberapa wanita tengah bekerja keras menuang air panas. Ngapain ya…? Curiga saya segera kesana. Oh ternyata sebuah tempat pengawetan ikan dengan cara diasinkan. Bertumpuk-tumpuk ikan segar di sebuah bak air. Seorang ibu menyusun ikan di keranjang bambu sambil meyebar garam diatasnya. Beberapa perempuan lainnya merebus ikan dalam keranjang tadi dalam beberapa menit di sebuah bak air panas.


Young Boat maker
Originally uploaded by ambar_briastuti.
Tak jauh dari situ saya menjumpai ladang pembuatan garam berbaur dengan rumah nelayan. Di beberapa tempat nampak sebuah bak berbentuk kerucut ke bawah berisi lumpur yang diendapkan. Batang pohon kelapa dibelah dua, ditata diatas bambu. Saya intip bagian bawahnya, nampak lelehan garam berbentuk seperti cacing memanjang karena terpengaruh gaya gravitasi. Beberapa anak-anak menawarkan garam dalam wadah bambu. Tadinya satu dua tapi akhirnya menjadi hampir 10 anak. Susah sekali berkata tidak untuk todongan macam begini.

Kami bertanya pada seorang pemuda tempat terbaik untuk snorkel di Amed. Sambil menunjuk sebuah teluk kecil tepat di ujung pantai. Kali ini tanpa life jacket saya hanya mencoba bibirnya saja. Ternyata disini tidak terlalu dalam, dan masih banyak soft coral yang bisa ditemui.

Bergegas kami ganti, seorang anak berseragam pramuka sambil bersepeda menghampiri. Kami dimintai retribusi 3ribu dengan kertas retribusi berstempel tahun 2002. Kami tidak bertanya. Kembali ke Jimny menuju desa berikutnya. Kali ini tanda jalan agak membingungkan. Jalan ke kiri menuju kawasan resort dan yang terus menaiki bukit terjal . Kami nekad ambil jalan terus. Jalanan sungguh sangat menarik. Dari atas bukit kami bisa melihat kampung-kampung nelayan nun jauh disana. Tiba di Selang kami mampir di sebuah resort yang tepat di puncak bukit dengan pemandangan laut tak putusnya. Duduk menikmati jus buah tiba-tiba saya merasa seperti pernah melihat tempat ini. Hmm sibuk memutar otak hingga penasaran ini masih bergayut. Sehari kemudian barulah saya tahu tempat itu adalah salah satu cache dalam permainan Geocaching. Sebuah permainan menemukan harta karun dengan bantuan GPS yang lokasinya dipostingkan melalui website mereka. Ah andai…

Rute selanjutnya kami lalui : Ibus-Banyuning-Aas-Kusambi dan menembus jalan berkelok-kelok menuju Suraya mencapai Ujung. Kondisi jalan lumayan bagus mengingat begitu terpencilnya desa-desa ini. Ini bisa dimengerti ketika kemudian banyak resort dan tempat penginapan menjamur di wilayah Amed dan sekitar Jemeluk hingga Selang. Setiap kali kami bertemu penduduk senyum ramah dan lambaian tangan selalu kami terima. Bahkan beberapa dengan sengaja menghentikan kami hanya untuk bersalaman. Sungguh Bali sangat bersahabat. Kami akan selalu ingat senyum ramah mereka.

Contact Number:
Perama Ubud : 0361-974722/0361-973316
Jati3 : 0361-973249 (recommended tarip 150ribu permalam bisa buat 4 orang di bungalow tepi sungai)
Kelapa Mas : 0363-41369

Food :
Vincent's Restaurant 0363-41368 : udang pelalah-nya sip !

More picture at Photobox. This article also in Indobackpacker.

Comments

Anonymous said…
Ah, seperti biasa Ambar... Ceritamu mbikin aku ngecesss..... Asik banget ngebayangin dirimu sama kekasihmu naik Jimny berdua, hihihi...
ambaradventure said…
iyah tapi pas ke Besakih dari Manggis, Jimny-nya ngga ada tenaga. Untung supirnya huebat, jadi berhenti di tanjakan no problem....cuma yo ketar-ketir.