Sarawak Borneo May 2005 Mulu Nat Park


Penan settlement with Mt Mulu as a background


Lanjutan day 2 Miri - Kuala Berar - Camp 5

Gunung Mulu National Park dibuka tahun 1996 1985, namun nama besarnya dikenal sebagai World Heritage oleh Unesco karena biodiversity dan kekayaan karst-nya. Untuk mengeksplorasi Mulu kita harus menggunakan jasa guides. Park HQ sendiri mempunyai Park Ranger yang siap sedia mengantar. Taripnya jelas, baik transport, biaya masuk juga retribusi untuk tinggal di camp. Untuk Pinnacles taripnya adalah RM400 (3D/2N per group), sedang Headhunters trail adalah RM160.

Dari sungai Melinau kami mampir ke Penan settlement. Suku ini secara tradisional adalah nomadic, tapi saat ini hanya sekitar 4% saja yang masih berburu dihutan. Lainnya menjadi petani padi, umbi atau sagu. Sedang kaum wanitanya membuat kerajinan yang dijual untuk turis. Umumnya mereka berbahasa Berawan, bahasa untuk Orang Ulu (tinggal di hulu sungai), tapi mereka bisa berkomunikasi dengan bahasa Malay. Satu cerita adalah umumnya orang Penan tidak bisa berenang, namun setelah settlement para generasi baru Penan mulai beradaptasi dengan kehidupan tepian sungai.

Rumah suku Penan yang saya datangi terdapat tiga longhouse yang terpisah. Menurut Richard-guide kami beberapa tahun lalu terjadi kebakaran besar sehingga diputuskan memisah longhouse. Disana-sini juga terdapat Bilek terpisah, yang masih dalam satu kompleks. Mereka memelihara ayam dan anjing juga monyet. Terdapat sebuah gereja tua yang dipakai untuk kegiatan ibadah. Suku-suku di Borneo memang menganut agama Kristen Catholic namun bukan berarti animisme ditinggalkan.

Saya sempat ngincer parang dan blowpipe yang merupakan ciri khas mereka. Tapi heksss…disadarkan ini bisa jadi masalah di imigrasi. Akhirnya mengagumi seruling bamboo yang ditiup melalui hidung. Juga semacam potongan bambu yang digetarkan dimulut menciptakan bunyi khas. Satu alat musik yang saya sukai adalah sepotong gitar yang dawainya diiris dari kulitnya.

Disini kami membutuhkan satu porter yang bersedia mengantarkan bekal ke camp 5. Seorang laki2 muda Penan dibangunkan dari tidur siangnya. Jadilah kami kembali berlima berperahu menuju Kuala Berar. Sebelumnya kami mampir di dua buah gua lagi yang hanya bisa diakses dengan perahu, yakni Clearwater cave dan Wind cave.

Wind cave hampir sama cantiknya dengan Lang cave. Yang langsung menjadi perhatian adalah lapisan karstnya yang nampak lebih muda juga terlihat kering. King Chamber yang menjadi point of view sangat menarik karena stalagtite lebih berupa jeruji yang menyambung dengan stalagmite. Sedang Clearwater cave mempunyai system yang panjang dengan sungai yang lumayan dalam. Dijamin airnya jernih sekali sesuai dengan namanya. Disini kami menemukan bentukan karst yang unik seperti layaknya stalagmite yang terpotong. Mereka menamakannya Adam and Eve karena sepasang.

Selepas makan siang kami melaju kembali dengan perahu. Sungai Melinau sebenarnya ngga dalem amat, bahkan beberapa kali mesinnya terantuk batuan. Cuma terkadang terdapat arus deras yang membuat Richard mengeluarkan dayungnya. Kami sempat mendorong perahu karena tersendat-sendat. Saya sih duduk manis saja…(anyway ini karena saya ngga mahir berenang).

Sekitar 1 jam kemudian kami tiba di Kuala Berar. Dari sini kami akan memulai trekking 8km menuju camp 5. Elevasinya datar aja, tapi karena ini hutan maka delapan kilo serasa dua kali lipatnya. Menurut petunjuk plangnya sih cuma dua jam tapi sekali lagi ini standard orang local. Si porter sudah berangkat duluan dengan keranjang anyaman yang dikaitkan di kepala dengan tanpa alas kaki. Sedang kami masih sibuk meramu “jungle mix” –campuran insect repellant dan sun cream. Saya sih no problem klo nyamuk tapi yang aku takuti adalah pacet.

Ketakutan –ku menjadi kenyataan setelah satu jam trekking mendadak hujan turun. Ini akan membuat serangan pacet bertambah ganas. Pacet menggunakan sensor panas untuk mencari mangsa. Disaat hujan temperature cenderung turun membuat mereka lebih mudah mengindetifikasi korban. Beberapa kali si imut ini nemplok di kaki dan sempat merayap wajah (karena ternyata nyangkut lewat ponco yang aku pake). Aku sempat ngga gubris sambil beberapa kali berhenti mengambil foto tumbuhan disana-sini. Setelah sekitar tiga jam trekking termasuk istirahat 1/2 jam nyampe juga kami di camp 5.

Acara selanjutnya adalah “leech operation”-buka baju dan sepatu. Hasilnya tiga pacet di kaki dengan sukses mengambil darahku sedang satu biji di belakang berdarah-darah hingga setengah jam. Agaknya beberapa nemplok melalui rucksack. Untuk melepasnya kami pake insect repellent dengan 100% deet alias sedikit semprot langsung wessssss tewas.

Camp 5 sendiri sangat nyaman. Terdapat 5 ruangan besar yang per ruang bisa untuk tidur sekitar 10 orang. Papan tidurnya dilengkapi pelapis busa yang menurut aku termasuk klas mewah (hiks…) Juga sebuah dapur umum dan kamar mandi yang bersih. Jika mulai gelap sebuah generator akan dinyalakan untuk memberi penerangan. Di atapnya berderet solar panel sebagai tambahan tenaga listrik. Disini kami akan tinggal selama dua malam untuk pendakian the Pinnacles keesokan harinya dan meneruskan trekking Headhunter’s trail ke Nanga Medamit.

To be continued (beratnya pendakian Pinnacles dan cerita tentang Miss Lucu)

Comments

Anonymous said…
KEREEEEENNNNNNN.... asik bg ceritanya! coba bisa bawa anak2 ke sana, huehehehhe.... 2org balita lhoooo.....

--ah, hany--
Sksetsahati said…
wah wah wah.... *saking ikutan berkelana dg ceritanya.. jd binun mo bilang apa. hehe..*

sketsahati.com
ambaradventure said…
nyewa porter buat bawa anak aja han...dijamin lebih seru