Hitchhiker Guide To The Jungle



Day six (Thur 26/05/05 Miri-Lambir Hills National Park)

Lambir Hills ini hanya sebagai hiburan setelah capek trekking selama 5 hari di Gunung Mulu. Setiba kembali di Miri dari penerbangan pendek 40 menit dari Limbang kami dipesankan hotel oleh guide kami Richard. Hotel Miri terletak ngga jauh dari tempat nginap kami di malam pertama. Taripnya RM65 dengan fasilitas yang lumayan. Maksudnya ada air panas, TV nyala dan dekat laundry. Maklum baju2 kami bau hutan plus beberapa basah karena kehujanan. Repotnya laundry diitung dalam kg, jadi kebayang baju basah bisa dua kali berat kering. It cost nearly RM40. Hahh !!!

Secara kebetulan kami ditawari mampir ke penginapan backpacker oleh pilot MAS kewarganegaraan New Zealand. Si Kiwi ini mempromosikan lounge backpackernya The Highlander yang ternyata oke banget. Ada komputer untuk download gambar, internet, laundry kapasitas besar (duh telat taunya !). Sayangnya pas disana semua akomodasi penuh. Jadilah kami ngobrol dengan sesama backpacker di warung minumnya tepat dibawah hostel. Dari tips melawan pacet hingga tempat2 menarik lainnya. Ia juga menawarkan "paket stag mad". Gambarannya begini: kalian yang cowok kudu dandan ala Dayak Kelabit (hmmm telanjang dada cuma pake celana pendek dengan hiasan kepala), trus arung jeram di sungai Mendalam dengan rakit bamboo sampai pos Park Ranger. Edan, lucu tapi juga seru !

Lambir Hills ditempuh sekitar 45 menit dari Miri. Setelah bertanya ke Tourist Information Centre kami dirujuk bis arah Bintulu. Ngendon di bus stop seorang laki2 tua berambut putih bersama seorang anak muda enerjik datang menghampiri. Menawarkan mengantar ke Lambir dengan RM25 one way. Oke kami segera naik 4wheel drivenya menuju Lambir.

Ada beberapa trek menarik, tapi saat kami kesana hampir separuh Taman Negara ditutup untuk maintanance. Dalam ati aku ngucap syukur juga. Soalnya kaki masih pegel buanget dan efek salonpas ternyata butuh lebih lama. Untungnya kami banyak menemukan object photo menarik terutama satwa. Walaupun hutannya ngga serapat seperti pedalaman Serawak tapi banyak menyimpan keunikan. Jamur merah ini misalnya kami temukan banyak sekali, sedang cicadas di pohon (yang seperti jangkrik ini) sebenarnya adalah kulit yang ditinggal ketika ia merambat dari tanah dan berubah dewasa.

Untuk balik ke Miri, nah ini yang jadi problem. Soalnya bis jarang banget. Adanya juga jam2 tertentu. Dari jadual tertera, bis akan lewat sekitar 430 sore. Yang agak menguntungkan adalah letak Lambir Park ini di pinggiran jalan Miri-Bintulu. Jadi ngga jauh2 amat. Tak tahan dengan penantian membuat aku bersiasat. Hmmm gimana ya klo hitchiker aja.... Soalnya mobil2 yang lewat ini paling juga berpenumpang 1-2 orang.

Oke langsung pasang badan. Jangan lupa acung thumb keatas. Dan smile yang muanissssss. Wuuusssss....sebuah truk lewat cuma ngedim tanpa mengurangi kecepatan. Wowwww buangs***. Awas lo ya... Beberapa mobil menyalakan klakson, sedang beberapa penumpang menengok sambil senyum. Seorang sopir bis berisi para pekerja ladang sawit dengan gentle melambai tangan. Aduhhhh uncle..please....please....please.

Tak lama sebuah mobil Wira warna merah tua berhenti. Wawww berhasil juga neh. Aku duduk manis dibelakang sembari memangku trimmer ( itu loh buwat motong rumput). Sang pengemudi seorang devotee chatolic yang banyak memberikan cerita latar belakang agama2 di Serawak. Ia harus pulang balik seminggu dua kali ke Bintulu untuk bekerja. Jangan dikira mobilnya bersih dan mulus. Yang ini malah penuh serpihan rumput dan bensin untuk bahan bakar trimmer. Yang penting kan nyampe juga....

To be Continued (Batu Niah National Park melihat lukisan kuno di dinding gua)

Comments

Anonymous said…
Jeng, adekku durung iso ngirim dino iki. Lagi seboook... Kemungkinan sesuk lagi iso. Njaluk ngapuro yo, jeng.

--han--